USIA tiga tahun buat band itu sih emang masih relatif singkat, kalo manusia, usia segitu khan masih balita yang masih lucu-lucunya… Tapi kayaknya soal itu kurang pas buat gambarin band cadas asal Jogja, Spider’s Last Moment (SLM).
Kalo nggak percaya coba simak aja mini album (EP) mereka “A New Tradition”. Di album itu mereka nyoba kasih nuansa cadas yang nggak sekadar asal cadas aja. Nah loh.. penasaran khan?
“Track pertama ampe ketiga di EP ini merupakan kepolosan kita dalam berkarya. Lalu track keempat dan kelima merupakan titik nyaman kami dalam bermusik, dalam scene metal tentunya,“ ujar Aryo pemetik gitar SLM.
Band Progressive Metal yang dihuni oleh Cebe (bass), Aryo (gitar), Pandu (drum) dan Wiman (vokal) ini pengen ngajak kita semua berpikir secara dalam permasalahan sosial, terutama dari aspek manusia sebagai individu. Banyak sekali terdapat pesen sosial yang menyoroti permasalahan khas manusia di dalam lirik setiap lagu mereka. So, mereka pengen ngasih musik yang nggak hanya asal teriak dengan balutan distorsi tebal khas metal aja.
“Lirik lagu kami cenderung nyentil tentang inferioritas manusia. Manusia tuh pada dasarnya memiliki batas ketidakmampuan dalam suatu hal, but mereka selalu stag dan menikmati ketidakmampuan itu tanpa aksi jelas,” jelas Wiman yang banyak bertindak jadi penulis syair lagu SLM.
Oleh karena penulisan syairnya banyak yang terinspirasi dari mendiang Richard James Edward, vokalis Manics Street Preachers, band asal Wales, maka SLM pun mendedikasikan sebuah lagu dengan judul Manics buat vokalis yang sempet dinyatakan menghilang pada tahun 1995 silam, lalu ditemukan telah meninggal tahun 2003.
Oh ya, menurut personel SLM, tahun depan mereka bakal ngeluncurin satu full album. Di album yang akan dikasih titel “The Arsonist of Human Integrity” itu, SLM nggak cuma nongolin track datar-datar aja. Coz mereka telah nyiapin sebuah track spesial, track berkonsep trilogy.
Maksudnya, akan terjadi mutilasi tiga bagian dalam sebuah lagu yang bertitel I am Standing Still on My Destinophobia to Against Their World. Karena mutilasi tersebut maka akan terbentuk tiga suku kalimat yaitu, I am Standing Still, On My Destinophobia, To Against Their World. Jadilah sebuah lagu yang dimutilasi jadi tiga bagian (trilogy) dengan time played sekitar 18 menit. Widih, udah kayak lagu orkestra aja nih, ato jangan-jangan pengen nyaingin Dream Theatre hehehe...
Menurut Wiman, lirik di trilogy ini nyeritain seseorang yang tetap berdiri menentang putaran dunianya, dan menjauhi putaran dunianya yang lebih cepat dari takdirnya lalu berharap perlakuannya yang kecil itu berharap menjadi counter terhadap simulacra yang ada.
Di tengah penggarapan full album ini, terdapat kabar yang kurang sedap coz Cebe harus ninggalin SLM dengan alasan telah rampungnya studi kuliahnya dan dia harus kembali lagi ke daerah asalnya yakni di Jakarta. “Ada yang pergi maka akan ada yang datang juga, dengan cabutnya Cebe, kita kedatangan Totok sebagai gantinya,” terang Pandu drummer SLM yang juga masih tercatat sebagai mahasiswa Hukum UGM. (why/fer)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar