“Berdua semesta kita, bersama kereta kita. Kereta mengantar kita nuju semesta berdua. Bersama-sama kita, bersama selama-lamanya, bersama-sama selamanya.” Lagu ini sederhana, cuma tentang make a wish and promises, jelas Ugo. Penjelasan singkat yang bisa merancang sebuah piritan informasi yang begitu menggoda guna membuat kalian tetap punya hasrat untuk keseluruhan Balada Joni dan Susi. Distophia bisa diunduh di http://www.myspace.com/melancholibitch
Melbi Balada Joni dan Susi
PERTANYAAN pertama, apa jadinya jika sekelompok pemikiran yang terus menerus punya keresahan berkolaborasi, lalu berkarya bersama atas nama Melancholic Bitch? Mediumnya musik, kebanyakan berbahasa ibu, bunyinya variatif. Bisa dibilang ini musik pop yang cerdas bin trengginas.
Trus, apa yang ngebuat musik itu menarik untuk kalian? Sekadar jadi teman goyang, bersenandung, ato pura-pura keliat hebat sebagai prototip musisi yang sedang memainkan alat musik bohongannya. Atau malah punya fungsi lebih dalam dari itu, sebagai alat untuk bercerita.
Jika kalian belum kenalan ama Melancholic Bitch, maka fungsi musik untuk bercerita (ato membagi cerita) adalah alasan paling sahih untuk digunakan bagi sebuah perkenalan awal. Setelah beberapa tahun absen ngasih kabar, mereka balik dengan satu cerita, Balada Joni dan Susi.
Bagi kalian yang ngerasa asing, jangan takut. Melbi –panggilan erat nan akrab mereka— udah ngebagi dua single promo album ini. Pertama, Mars Penyembah Berhala (akhir 2009). Kedua, Distopia, dirilis awal September 2009.
Dua lagu ini mengawali pertempuran panjang yang akan dialami Balada Joni dan Susi ketika dilepas sebagai suatu kesatuan utuh beberapa bulan mendatang. Sekarang, album ini masih berada di etape terakhir pengerjaan. Distopia sendiri dirasa punya kapabilitas yang cukup mumpuni untuk semakin melanjutkan gambaran awal yang digambar oleh Melbi tentang apa itu Balada Joni dan Susi.
“Dari awal, pas kami bikin lagu ini, pengennya lagu ini bisa jadi jalan masuk buat atmosfir etnografisnya si Balada Joni dan Susi, sebutlah begitu. Suasananya, bau udaranya, bunyi lingkungannya. Kota-kota satelit yang mau kosmopolit tapi ngos-ngosan gitu deh. Secara umum, suasananya kan scherzo banget. Ini seperti Indonesia gitu; panik tapi teratur. Rutin tapi histeris,” tutur Ugoran Prasad, penulis lirik utama Melbi.
Selain Ugo, Melbi juga diperkuat Yosef Herman Susilo (gitar), Yennu Ariendra (gitar, synth), Teguh Hari (bass) dan Septian Dwirima (drum). Khusus untuk proyek Balada ini mereka mengundang Richardus Ardita (bass) dan Wiryo Pierna Haris (gitar).
Keseluruhan lagu ini berhasil menyempurnakan rancangan perkenalan orang banyak dengan Balada Joni dan Susi. Di lagu ini, seperti pengakuan Ugo, mereka terdengar liar dalam perkara bebunyian. Seolah-olah, banyak teriakan yang berlomba keluar dan menonjolkan diri.
“Scherzo di bagian tengah ke akhirnya si Distopia emang buat kami penting banget. Pokoknya semua orang cerewet banget di bagian ini. Didit tuh, dia main bas bagian tengah ke belakang berasa seolah-olah sedang berhadapan yang bakal mencaci maki dia,” tambah Ugo lagi.
Scherzo yang dimaksud adalah patahan-patahan musik dalam cara-cara tertentu (bisa tidak beraturan) yang kemudian membentuk sebuah orkestrasi musik yang lebih besar skalanya.
Satu yang menarik, ada sebuah elemen menarik di sini. Melbi ngajak Silir Pujiwati dari kelompok Sinten Remen yang musiknya berbanding terbalik dengan Melbi. “Silir itu adalah dari pikiran kami yang sudah lama ingin ngajak kolaborasi teman-teman di KUA. Sebenarnya di amnesis (album penuh pertama Melbi) sudah dicoba juga. Tapi belum berhasil. Dari dulu Silir sudah bikin kesengsem suaranya. Jadi begitu ada lagu ini dan ada kebutuhan duet, langsung ditembung,” papar Ugo tentang niat lama Melbi berkolaborasi dengan Silir Pujiwati.
Dari segi lirik, Ugo –yang nulis lirik semua lagu di Balada Joni dan Susi— ambil tema tipikal. Dan tidak perlu banyak kata yang harus dirangkai menjadi satu kesatuan. Tiga kalimat sudah cukup mewakili.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar